ZMedia Purwodadi

UMKM Jangan Hanya Disuruh Go Digital, Tapi Harus Diarahkan

Table of Contents

 

UMKM Digital

Beberapa tahun terakhir, kita sering dengar seruan dari pemerintah, pakar ekonomi, sampai influencer bisnis yang bilang, “UMKM harus go digital!” Kalimat ini sudah seperti jargon nasional. Tapi coba kita tengok ke lapangan — seberapa siap sih sebenarnya pelaku UMKM buat nyemplung ke dunia digital?

Go digital itu bukan sekadar buka akun Instagram atau pasang produk di marketplace. Itu baru permukaan. Di balik itu, ada hal-hal teknis, strategis, dan bahkan mental yang harus dibenahi dulu. Kalau UMKM cuma disuruh go digital tanpa arahan dan dukungan nyata, bukannya naik kelas, bisa-bisa malah tenggelam di tengah persaingan online yang ketat.

Jangan Asal Suruh, Tapi Dampingi

Kita harus jujur: tidak semua pelaku UMKM punya latar belakang pendidikan digital. Banyak di antaranya adalah ibu-ibu rumah tangga, bapak-bapak pensiunan, atau generasi tua yang baru kenal ponsel pintar beberapa tahun lalu. Mereka punya produk bagus, punya semangat usaha tinggi, tapi belum tentu tahu cara bikin konten, ngatur iklan Facebook, atau sekadar bikin caption yang menarik.

Kalau cuma disuruh go digital tanpa ada pelatihan atau pendampingan yang jelas, mereka bakal bingung dan akhirnya frustrasi. Akhirnya balik lagi ke cara konvensional: jualan dari mulut ke mulut, ikut bazar lokal, atau titip di warung.

Pelatihan Harus Praktis dan Relevan

Salah satu masalah umum di lapangan adalah pelatihan digitalisasi UMKM yang terlalu teoritis. Misalnya, pelaku UMKM diajak ikut webinar tentang “digital transformation”, tapi isinya pakai istilah-istilah asing yang sulit dipahami. Akhirnya, peserta cuma bengong, nggak dapat manfaat apa-apa.

Pelatihan seharusnya dirancang sesuai kebutuhan dan level pemahaman peserta. Misalnya, sesi khusus untuk:

  • Cara bikin akun Instagram bisnis dan atur profil

  • Tips foto produk dengan HP seadanya tapi hasil maksimal

  • Cara upload barang di Tokopedia/Shopee dan ngatur ongkir

  • Cara jawab chat pelanggan biar closing cepat

Yang dibutuhkan UMKM itu sesuatu yang langsung bisa diterapkan, bukan teori-teori berat. Bahkan lebih bagus lagi kalau ada sesi praktik langsung, bukan cuma ceramah.

Infrastruktur Juga Harus Siap

Digitalisasi butuh koneksi internet, HP yang layak, dan kadang-kadang juga laptop. Tapi di daerah-daerah pelosok, sinyal internet masih jadi tantangan. Ada UMKM yang sudah semangat ikut pelatihan, tapi saat praktik disuruh upload foto produk, koneksinya lemot setengah mati. Akhirnya mereka menyerah, bukan karena malas, tapi karena terbentur fasilitas.

Pemerintah harus memperhatikan hal ini. Kalau benar-benar mau UMKM naik kelas lewat digitalisasi, maka perlu ada investasi di infrastruktur. Internet cepat, murah, dan merata itu fondasi utama. Tanpa itu, digitalisasi hanya jadi mimpi di atas kertas.

Persaingan Online Tidak Mudah

Masuk ke dunia digital bukan berarti langsung laku keras. Justru, di dunia online, persaingan jauh lebih ketat. UMKM harus bersaing dengan brand besar yang punya tim digital marketing profesional, budget iklan besar, dan jaringan distribusi luas. Kalau tidak dibekali dengan strategi yang tepat, UMKM bisa-bisa tenggelam di antara ribuan toko online lainnya.

Makanya, pendampingan juga harus mencakup strategi branding, pricing, dan promosi. Misalnya, bagaimana menentukan harga jual yang kompetitif tapi tetap untung, bagaimana membangun kepercayaan pelanggan lewat testimoni, atau bagaimana membuat campaign kecil-kecilan yang menarik.

Kolaborasi Adalah Kunci

UMKM juga tidak bisa jalan sendiri. Perlu ada kolaborasi antara pelaku UMKM, komunitas lokal, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan bahkan perusahaan besar. Program-program inkubasi atau mentoring bisa sangat membantu pelaku usaha kecil untuk naik kelas.

Kita bisa lihat contoh nyata dari beberapa kota yang punya coworking space khusus UMKM, program pendampingan satu-satu oleh mentor bisnis, atau kolaborasi antara UMKM dan mahasiswa magang dari jurusan komunikasi/desain. Hal-hal seperti ini terbukti ampuh mempercepat digitalisasi UMKM karena tidak hanya kasih teori, tapi juga tenaga bantu langsung di lapangan.

Marketplace dan Sosial Media Harus Bersahabat

Banyak UMKM yang mulai belajar jualan di marketplace atau lewat TikTok dan Instagram. Tapi platform digital juga harus lebih ramah bagi pemula. Misalnya, tampilkan tutorial dalam bahasa Indonesia yang simpel, sediakan fitur edukasi gratis, dan berikan customer service yang bisa dihubungi dengan mudah.

UMKM sering bingung saat menghadapi masalah teknis: kenapa toko dibekukan? Kenapa saldo tertahan? Kenapa produk hilang dari pencarian? Kalau platform tidak cepat tanggap, kepercayaan mereka terhadap dunia digital bisa turun.

Marketplace dan media sosial harus jadi mitra, bukan hanya tempat berjualan. Dengan membantu UMKM tumbuh, ekosistem digital juga akan berkembang secara berkelanjutan.

Solusi Nyata, Bukan Sekadar Kampanye

Kita sering lihat kampanye digitalisasi UMKM yang ramai di media, apalagi menjelang pemilu. Tapi setelah itu, sepi. UMKM butuh program yang berkelanjutan, bukan sekadar proyek jangka pendek. Kalau ada pelatihan, harus ada tindak lanjut. Kalau ada bantuan alat atau modal, harus disertai bimbingan penggunaan.

Bahkan akan lebih baik jika ada program "mentor desa digital", di mana satu mentor membimbing beberapa UMKM secara rutin. Ini jauh lebih berdampak daripada pelatihan satu kali lalu ditinggal begitu saja.

Arahkan, Jangan Tinggalin

Digitalisasi UMKM bukan cuma soal teknologi, tapi soal manusia di baliknya. Mereka butuh bimbingan, bukan sekadar instruksi. Kita tidak bisa menyuruh mereka terjun ke dunia digital lalu berharap mereka bisa berenang sendiri. Kita harus sediakan pelampung, pelatih, bahkan teman berenang yang menemani sampai mereka siap.

Jadi, sebelum kita kembali bilang “Ayo UMKM, go digital!”, mari pastikan kita juga sudah siap untuk mendampingi, memfasilitasi, dan mengarahkan. Karena tanpa itu semua, semangat go digital hanya akan jadi slogan yang lewat begitu saja.

Posting Komentar